JAKARTA - Lebih dari 100 tahun, Stasiun Tanjung Balai di Sumatera Utara menjadi saksi perjalanan transportasi dan perkembangan ekonomi pesisir timur Sumatera.
PT Kereta Api Indonesia (KAI) menegaskan komitmennya untuk memperkuat fasilitas stasiun ini demi kenyamanan, keamanan, dan keterjangkauan bagi seluruh penumpang.
Vice President Public Relations KAI, Anne Purba, menyatakan, “Kami memastikan layanan di sini (Stasiun Tanjung Balai) selalu aman, nyaman, dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.” Pernyataan ini menegaskan bahwa modernisasi fasilitas tidak menghapus nilai sejarah, melainkan memadukan pelayanan publik yang efisien dengan warisan budaya dan ekonomi.
Peningkatan Fasilitas untuk Kenyamanan Penumpang
KAI melakukan sejumlah pembaruan fasilitas di stasiun kelas II ini. Ruang tunggu berpendingin, mushola, toilet bersih, loket tiket, kantin, area parkir, dan mesin Check-In Counter (CIC) menjadi bagian dari modernisasi yang bertujuan meningkatkan pengalaman pelanggan.
Anne menjelaskan, “Lebih dari seabad berdiri, Stasiun Tanjung Balai (TNB) terus menjadi penghubung utama kehidupan masyarakat di pesisir Sumatra Utara.” Hal ini menegaskan posisi stasiun sebagai titik vital bagi mobilitas masyarakat, sekaligus pusat kegiatan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut.
Warisan Sejarah Stasiun Tanjung Balai
Stasiun Tanjung Balai berdiri pada 1915, dibangun oleh perusahaan kereta api kolonial, Deli Spoorweg Maatschappij (DSM). Pada masa kolonial, stasiun ini menjadi simpul penting pengangkutan hasil perkebunan seperti kelapa sawit dan karet menuju Pelabuhan Teluk Nibung untuk diekspor ke Eropa.
Kini, lebih dari satu abad kemudian, stasiun ini tetap mempertahankan peran pentingnya, namun telah bertransformasi menjadi pusat mobilitas modern yang mendukung kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya di pesisir Sumatera Utara.
“Stasiun Tanjung Balai tetap menjadi pusat mobilitas dan kegiatan ekonomi masyarakat. Tidak hanya sebagai tempat naik turun penumpang, tetapi juga simbol keterhubungan antarwilayah dan keberlanjutan layanan publik yang dihadirkan KAI,” kata Anne.
Layanan Utama dan Mobilitas Masyarakat
Stasiun Tanjung Balai menjadi titik keberangkatan utama KA Putri Deli, yang melayani rute Tanjung Balai–Medan (pergi-pulang) dengan tiga perjalanan setiap hari. Waktu tempuh perjalanan sekitar empat jam, menjadikan kereta api ini sebagai moda transportasi favorit masyarakat Sumatera Utara.
Pada periode Juli–September 2025, KA Putri Deli melayani 326.888 pelanggan, mencatatkan jumlah penumpang tertinggi di wilayah tersebut. Data ini menunjukkan besarnya kepercayaan masyarakat terhadap transportasi kereta api, sekaligus menegaskan pentingnya layanan ini dalam mendukung mobilitas masyarakat pesisir.
Profil pengguna Stasiun Tanjung Balai sangat beragam, mulai dari pekerja, pelajar, hingga masyarakat yang bepergian untuk berobat atau berwisata. Rata-rata, 600 hingga 700 penumpang menggunakan layanan ini setiap hari, atau sekitar 21 ribu orang per bulan.
“Dengan tarif yang terjangkau, kereta api menjadi pilihan utama yang efisien, ramah lingkungan, dan mendukung mobilitas inklusif di kawasan pesisir,” ujar Anne.
KAI dan Keberlanjutan Operasional
Modernisasi Stasiun Tanjung Balai bukan sekadar memperbarui fasilitas, tetapi juga memastikan keberlanjutan layanan publik. KAI berkomitmen menjaga operasional yang aman, nyaman, dan inklusif di seluruh wilayah Sumatera Utara, termasuk stasiun-stasiun bersejarah seperti Tanjung Balai.
Meski stasiun berdiri di atas warisan kolonial, semangatnya kini berpijak pada pelayanan publik yang modern. Setiap pembangunan fasilitas baru mencerminkan prinsip efisiensi, keselamatan, dan kenyamanan bagi semua penumpang, tanpa mengabaikan nilai historis dan fungsi sosial stasiun.
“KAI bangga dapat terus melayani masyarakat di Sumatra Utara dengan layanan yang aman, nyaman, dan berkelanjutan. Bagi kami, setiap stasiun adalah kisah tentang perjalanan bangsa, dari sejarah masa lalu menuju kemajuan masa depan,” kata Anne.
Peran Stasiun dalam Ekonomi Lokal
Selain sebagai pusat mobilitas, Stasiun Tanjung Balai memiliki kontribusi ekonomi yang signifikan. Aktivitas penumpang dan transportasi barang turut mendorong perdagangan, jasa, dan perekonomian lokal di Kota Tanjung Balai dan sekitarnya.
Dengan modernisasi fasilitas, KAI berharap stasiun ini dapat terus menjadi magnet ekonomi, tempat berkumpulnya masyarakat, dan pusat interaksi sosial yang mendukung kehidupan warga pesisir.
Stasiun sebagai Simbol Konektivitas
Lebih dari sekadar stasiun kereta api, Tanjung Balai mencerminkan simbol keterhubungan antarwilayah di Sumatera Utara. Keberadaan stasiun selama lebih dari satu abad membuktikan bahwa transportasi publik yang baik dapat menjadi fondasi pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya yang berkelanjutan.
KAI menekankan bahwa modernisasi ini bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal pelayanan publik yang inklusif dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Dengan demikian, Stasiun Tanjung Balai akan terus menjadi pusat mobilitas yang vital bagi Sumatera Utara, hari ini dan masa depan.